Sejak
digantikannya Gubenur Jenderal de Jonge oleh Gubernur Jenderal Stachouwer (1936
– 1942), organisasi pergerakan nasional terus mengalami berbagai hambatan dan
tekanan, meskipun pada waktu itu pergerakan nasional diwakili oleh Parindra,
Gerindo dan Gapi, tetapi organisasi ini tidak dapat berbuat banyak.
Pemerintahan Tjarda kemudian yang
kersa, tidak memberikan perubahan. Kehidupan rakyat tidak bertambah baik. Dalam
posisi internasional kedudukan Belanda makin sulit dengan berbagai desakan dari
rakyat Indonesia untuk melakukan perbaikan sosial dan politik. H.M. Thamrin
merupakan satu-satunya juru bicara rakyat yang dianggap sebagai ancaman oleh
pemerintah.
Kekuatan politik pada waktu itu:
Parindra terdiri dari golongan menengah, tinggi dan kalangan cendikiawan,
sedangkan Gerindo terdiri dari golongan menengah dari kecil serta bekas anggota
PKI. Anggota PNI lama menyebar ke semua partai dari
Parindra sampai ke PSII dan
Muhammadiyah. Pada tahun 1940 partai-partai yang tergabung dalam Gapi ada
47.000 anggota, sedangkan MIAI berjumlah kira-kira 22.000 anggota, dan
partai-partai kecil lain beranggotakan sekitar 11.400 anggota, seluruhnya yang
aktif sekitar 80.700 orang. Diperkirakan bahwa oranng Indonesia yang ikut menentang
pemerintah kolonial menjadi 200.000 orang, sedangkan yang prokolonial sedikit
sekali.
Gapi menekankan bahwa dalam keadaan
perang pun hubungan langsung antara rakyat dengan pemerintah diperlukan. Ketika
pemerintah Hindia Belanda mempertahankan diri terhadap serangan Jepang, pada
tahun 1942, mereka meminta bantuan kepada raja Yogyakarta dan Surakarta, tetapi
persekutuan ini tidak dapat mengalahkan Jepang. Pada 8 Maret 1942,
ditandatangani penyerahan pemerintah kepada Jepang. Penyerahan Hindia Belanda
kepada Jepang ini membuktikan betapa lemahnya pasukan-pasukan Belanda.
Sumber:
Jamaludin, Ujang dan Siska, Yulia. 2016. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Bandung: CV Ilham Kreatif Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar