A. Manusia sebagai Makhluk Individu –Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat
memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata yang berbeda-eda. Paham
individualism yang merupakan bakal paham liberalisme, memandnang manusia sebagai
makhluk individu yang bebas, konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat,
bangsa, maupun negara dasar merupakan dasar moral politik negara.
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan
paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan
kolektivisme memandang sifat manusia sebagai manusia sosial. Individu menurut
paham kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh karena itu,
konskuensinya adalah segala aspek dalam realitas kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara paham kolektivisme mendasarkan epada sifat kodrat manusia sebagai
makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban, baik moral maupun hukum, dalam
hubungan masyarakat, bangsa dan negara diukur berdasarkan filosofi manusia
sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
kebebasan sebagai individu, dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya
senantiasa bergantung pada orang lain. Hal ini dikarenakan manusia sebagai
masyrakat atau makhluk sosial. Kesosialan tersebut tidak hanya bersifat
komplemen dari luar diri terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati
manusia telah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk tergantung pada orang
lain (Kaelan dan Zubaidi, 2007:100).
B. Dimensi
Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan
hukum dan negara, sistem nilai serta ideologi yang memberikan legitimasi kepada
individu tersebut. Dalam hubungannya dengan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia berkaitan dengan kehidupan
negara dan hukum sehingga berkaitan juga dengan kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis jika diambil dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu hal menyeluruh. Dengan
demikian, dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran
manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan
yang menentukan alur kehidupannya.
Dimensi politis manusia memiliki dua hal
fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Dua segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek
ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Apabila tindakan
moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi ketika berbenturan hal orang
lain dalam masyarakat maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan
masyarakat, hukum adalah yang memberi tahukan kepada semua anggota masyarakat
bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak
secara efektif dan menjamin setiap anggota masyarakat taat kepada norma. Oleh
karena itu, hal yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat
hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya; lembaga itu
adalah negara. Penataan efetif adalah penataan de facto, yaitu penataan yang berdasarkan kenyataan dalam
menentukan tindakan masyarakat.
Sumber:
Jamaludin, Ujang dan Siska, Yulia. 2016. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Bandung: CV Ilham Kreatif Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar