Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki
dua macam objek, yaitu objek materialdan objek formal. Objek material adalah sesuatu
yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek
material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami
obejk material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai
proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan
objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada
mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adala dunia
empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof
membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam
empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek
formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional
tentang segala yang ada.
Cakupan objek filsafat lebih luas
dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris
saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan yang nonempiris. Objek ilmu terkait
dengan filsafat pada objek empiris. Di samping itu, secara historis ilmu
berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan
pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis,
termasuk hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait
dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan
spesialisasi dan menamppkkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya
ilmu secara berkesinambungan. Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Fislsafatlah
yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmu
berkembangan sesuai dengan spesialisasi masing-masing sehingga ilmulah secara
praktis membelah gunung dan merambat hutan. Setelah itu, filsafat kembali ke
laut lepas untuk berspekulasidan melakukan eksplorasi lebih jauh.1
Karena itu, filsafat oleh para ahli
filosof disebut sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafatlah, ilmu-ilmu modern
dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus
buahnya, yaitu teknologi. Awalnya, filsafat terbagi pada teoretis dan praktis. Filsafat
teoritis mencakup metafisika, fisika,
matematika, dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi, politik,
hukum, dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan
menspesialisasi, seperti fisika bekembang menjadi biologi, biologi berkembang
menjadi anatomi, kedokteran, dan kedokteran pun terspesialisasi manjadi
beberapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkansebuah pohon dengan cabang
dan tanting yang semakin lama semakin rindang.
Bahkan dalam perkembangan
berikutnya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu,
tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami
spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan,
tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan
filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi
sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu yang sedang
dibahas ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tuntutan tersebut karena
filsafat tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga dapat
membimbing ilmu. Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja
membuat ilmu membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong
munculnya arogansi dan bhkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu
bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi
keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam
konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk
dikaji dan didalami.
Ilmu sebagai objek kajian filsafat
sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat
pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasioanal. Begitu juga sifat pendekatan
spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karenanya ilmu
dilihat pada posisi yang tidak mutlak,sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi
demi pengembangan ilmi itu sendiri.
1Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta, Sinar Harapan, 1984).
Sumber:
Bakhtiar,
Amsal.2014. Filsafat Ilmu. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar